1. Pendekatan
Pendekatan dalam srategi untuk pengembangan budaya Islami dapat dilakukan dengan pendekatan penanaman nilai keagamaan di sekolah yang efektif. Adapun penanaman tersebut dapat dilalui dengan enam pendekatan yang di antaranya:
a. Formal Struktural
Dalam pendekatan ini, penanaman dilakukan melalui kegiatan tatap muka formal. Kegiatan belajar mengajar resmi melalui pelajaran Pendidikan Agama Islam. Adapun metode yang dapat digunakan dalam memberikan penanaman nilai keagamaan ada beberapa metode di antaranya, adalah:[1]
1) Metode ceramah, yaitu sebuah bentuk interaksi edukatif melalui penerangan dan penuturaan secara lisan oleh guru terhadap sekelompok siswa.
2) Metode Tanya jawab, yaitu cara penyampaian pelajaran dengan jalan guru mengajukan pertanyaan dan murid memberikan jawaban, atau sebaliknya.
3) Metode diskusi, yaitu metode di dalam mempelajari atau menyampaikan bahan pelajaran dengan jalan mendiskusikannya sehingga menimbulkan pengertian dan pemahaman. Metode ini dimaksudkan untuk merangsang murid berpikir dan mengemukakan pendapat serta ikut memberikan sumbangan pemikiran dalam satu masalah bersama.
4) Metode latihan siap, yaitu metode interaksi edukatif yang dilaksanakan dengan jalan melatih murid terhadap bahan- bahan yang diberikan. Penggunaannya biasanya pada bahan-bahan pelajaran yang bersifat motoris dan ketrampilan.
5) Metode demontrasi dan eksperimen, yaitu metode mengajar dimana guru atau orang lain yang sengaja diminta atau murid sendiri memperlihatkan pada seluruh murid tentang suatu proses atau kaifiyyah melakukan sesuatu.
6) Metode pemberian tugas belajar, yaitu metode interaksi edukatif dimana murid diberi tugas khusus untuk dikerjakan di luar jam pelajarannya.
7) Metode karyawisata, yaitu metode interaksi edukatif, murid di bawah bimbingan guru mengunjungi tempat-tempat tertentu dengan tujuan belajar.
8) Metode kerja kelompok, yaitu kelompok kerja dari kumpulan beberapa individu yang bersifat pedagogis yang di alamnya terdapat adanya hubungan timbal balik (kerja sama) antara individu serta saling percaya.
9) Metode sosio drama dan bermain peran, yaitu metode mengajar dengan mendemontrasikan cara bertingkah laku dalam hubungan sosial. Sedangkan bermain peranan menekankan kenyataan dimana para murid diikutsertakan dalam memainkan peranan dalam mendemontrasikan masalah-masalah sosial.
10) Metode system regu, yaitu metode mengajar dimana dua orang guru atau lebih bekerjasama mengajar sekelompok murid.
11) Metode pemecahan masalah (Problem Solving), yaitu metode menyampaikan bahan pelajaran dengan mengajak dan memotivasi murid untuk memecahkan masalah dalam kaitannya dengan kegiatan belajar mengajar.
12) Metode proyek/unit, yaitu metode mengajar dimana bahan pelajaran diorganisasikan sedemikian rupa sehingga merupakan suatu keseluruhan yang bermakna dan mengandung suatu pokok masalah.
13) Metode studi kasus, yaitu metode yang digunakan untuk mencari dan memecahkan masalah sehingga memberikan pengalaman dalam pengambilan keputusan dan merangsang konseptualisassi yang didasarkan pada kasus individu maupun kelompok.
b. Formal non-struktural
Pendekatan ini dilakukan melalui proses penerapan nilai- nilai Islam dalam setiap mata pelajaran yang diberikan pada siswa, diantaranya melalui internalisasi nilai-nilai agama.[2]
c. Keteladanan
Penanaman ini diberikan dalam wujud nyata amaliyah harian (akhlak dan ibadah) di lingkungan sekolah. Perilaku Islami di sekolah dapat dimulai dengan adanya keteladanan yang dilakukan oleh para guru, antara lain.[3]
1) Cara model pilihan pakaian setiap guru diharapkan memakai pakaian yang rapi mempertimbangkan aturan aurat terutama sekali saat mereka berada di lingkungan sekolah.
2) Tata cara pergaulan yang sopan mencerminkan sikap akhlakul karimah di kalangan guru atau antara guru dengan siswa.
3) Disiplin dengan waktu dan tata tertib yang ada, sehingga dapat menumbuhkan sikap hormat dari anak didik dan masyarakat.
4) Taat beribadah menjalankan syariat agama dan diharapkan terbiasa untuk memimpin upacara keagamaan bukan saja dilingkungan sekolah, tetapi juga diluar sekolah/masyarakat.
5) Memiliki wawasan yang luas, sehingga dalam menghadapi heterogenitas paham dan golongan agama tidak bersikap sempit dan fanatik.43
setiap guru hendaknya menjadi pribadi- pribadi muslim yang memiliki kedalaman wawasan, ilmu, dihiasi tingkah laku akhlakul karimah yang patut menjadi panutan bagi siswa dan siswi. Kriteria tersebut tampaknya sesuai bila sekolah ingin menerapkan perilaku islami di sekolah tersebut.
d. Penerapan Pembiasaan
Penanaman ini dilakukan dengan adanya upaya pengembangan dalam tiga tataran, yaitu:
1) Tataran nilai yang dianut, pola aturan ini perlu dirumuskan secara bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di sekolah. Selanjutnya dibangun komitmen dan loyalitas bersama diantara semua warga sekolah terhadap nilai-nilai yang disepakati.
2) Tataran praktik keseharian, pada tataran ini nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian oleh semua warga sekolah. Proses pengembangan tersebut dapat dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: Pertama, sosialisasi nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan perilaku ideal, Kedua, penerapan action plan mingguan atau bulanan sebagai tahapan sistematis yang akan dilakukan oleh semua pihak sekolah dalam mewujudkan nilai-nilai agama yang telah disepakati tersebut, Ketiga, pemberian penghargaan terhadap prestasi warga sekolah.
Proses internalisasi nilai tersebut bermula dari moral knowing (mengetahui secara teoritik tentang moral), dilanjutkan dengan moral feeling (kesadaran penuh untuk berperilaku yang bermoral) dan diakhiri dengan moral action (melakukan segala tindakan yang mencerminkan perilaku moral yang baik). Proses tersebut dilakukan dengan metode internalisasi dengan teknik pembiasaan dan keteladanan.
2. Srategi
Dalam pengembangan lingkungan sekolah yang berbasis agama dibutuhkan causes (sebab-sebab perlunya pengembangan), agency (para pelaku pengembang yang terdiri atas penggerak, pendukung, penyedia dana administrator, konsultan, pelaksana, dan simpatisan), target (sasaran), chanel (saluran), dan strategy (teknik).[4] Srategi yang dapat dilakukan guru dalam pengembangan budaya islami di lingkungan sekolah yakni:
a. People power
Strategi mengembangkan budaya islami di sekolah dengan cara meggunakan kekuasaan atau melalui people’s power. [5] people power disini adalah pemimpin lembaga pendidikan yakni kepala sekolah. Dengan segala kekuasaan dan kewenangannya kepala sekolah akan mengkondisikan sekolah agar berbudaya islami. Strategi ini dikembangkan melalui pendekatan perintah atau larangan. Jadi melalui peraturan sekolah akan membentuk sanksi dan reward pada warga sekolah sehingga warga sekolah secara tidak sadar akan membentuk suatu budaya, yang bila diarahkan ke religius akan tercipta budaya Islami.
b. Persuaive Strategi
Strategi dijalankan dengan pembentukan opini dan pandangan masyarakat atau warga pendidikan. strategi ini dapat dikembangkan melalui pembiasaan.[6] Misalnya membiasakan membaca Al Qur’an atau bahkan hafalan Surat Yasin.
c. Normative Educative
Normative adalah aturan yang berlaku di masyarakat. Jadi melalui norma itulah dikaitkan dengan pendidikan akan membentuk budaya religius di lembaga pendidikan.44 Strategi ketiga ini dapat dikembangkan melalui pendekatan persuasive, keteladanan atau mengajak warga sekolah secara halus dengan memberikan alasan memberikan prospek yang baik agar bisa meyakinkan mereka. Contohnya ialah mengajak warga sekolah untuk selalu sholat berjama’ah yakni dengan memberikan gambaran pahala dari sholat berjama’ah dan juga hal-hal positif tentang sholat berjama’ah agar warga sekolah yakin dan dapat melaksanakannya.[7]
..................................................................
[1] Basyirudin Usman, (2002) Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, hal 45
[2] Basyirudin Usman, Metodologi Pembelajaran....hal 46
[3] Basyirudin Usman, Metodologi Pembelajaran....hal 50
[4] Basyirudin Usman, Metodologi Pembelajaran....hal 46
[5] Ngainun Naim (2012) Character Building Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu dan Pembentukan Karakter Bangsa, Yogyakarta: Ar Ruzz Media, hal 131.
[6] Ngainun Naim, Character Building Optimalisasi Pendidikan....hal. 131.
[7] Ngainun Naim, Character Building Optimalisasi Pendidikan....hal. 132.
0 comments